Pendidikan Arsitektur di Indonesia

[Disampaikan oleh Ketua Umum IAI pada Kegiatan Rakernas APTARI di Medan, 15 Agustus 2023]


Skenario Pengakuan Pendidikan arsitektur di dunia saat ini adalah pendidikan arsitektur 5 tahun, dimana hal ini dipercaya, mampu mengakomodir sekian banyak pengetahuan arsitektur yang sudah berevolusi sejak jaman neolithic sekitar 10 ribu tahun sebelum masehi dan evolusi ini masih terus berlangsung. Pendidikan arsitektur saat ini berisikan tidak hanya tentang ilmu bangunan atau merancang bangunan indah tetapi berbagai pengetahuan non arsitektur yang mempengaruhi keputusan Arsitek dalam melakukan perancangan. Hal ini merupakan natur dari Arsitektur itu sendiri yang berkembang dari kebutuhan manusia untuk memberikan wadah untuk manusia beraktivitas. Arsitektur merupakan agen kebudayaan yang membentuk budaya manusia, yang berevolusi seiring dengan evolusi manusia secara keseluruhan.


Setelah sekian puluh ribu tahun Arsitektur berevolusi, Arsitektur dan profesi Arsitek mengalami tantangan baru yang sangat berbeda walaupun tantangan itu sendiri menggunakan kata arsitektur tapi bukan sebagai bangunan melainkan sebagai system. Tantangan ini merubah banyak hal pada dunia arsitektur dimulai dari cara berpikir, proses merancang, cara merepresentasikan, cara menggunakan bahkan sampai dengan cara membangun (atau mungkin tidak perlu membangun secara fisik). Kesemua hal ini, perlu atau tidak perlu ditanggapi melalui pendidikan Arsitektur.

Tantangan ini juga berdampak pada bagaimana masyarakat menanggapi pendidikan arsitektur. Masyarakat ingin agar semua orang dapat secepatnya bekerja dan dapat secepatnya mencapai kesejahteraan yang diinginkan. Kondisi ini tercermin kepada penurunan jumlah penerimaan mahasiswa di prodi arsitektur, walaupun hal ini bukan menjadi indikator bahwa prodi arsitektur atau profesi Arsitek sudah tidak diminati lagi. Hal ini ternyata ditanggapi oleh pengelola prodi arsitektur, bahwa mereka merasa perlu melakukan tindakkan tertentu, agar prodi arsitektur paling tidak dapat “bertahan”untuk ke masa depan.


IAI sebagai organisasi profesi menyadari kondisi seperti

  1. Shifting dalam praktek Arsitektur. (maksud shifting disini menyatakan arsitektur yang bersifat statik menjadi dynamic).
  2. Perubahan paradigma profesi arsitek.
  3. Penurunan penerimaan mahasiswa arsitekur, dengan berbagai kondisi dan latar belakang.
  4. Regulasi yang semakin “ketat”, disisi lain meminta profesi arsitek haruslah dinamis, cepat tanggap dan ‘mudah”.
  5. Beban pendidikan yang sangat ‘besar” dan panjang (baca: lama), dan memastikan lulusan pasti menjadi Arsitek. Profesi Arsitek, selalu disandingkan dengan profesi dokter[1], yang konon katanya lulusan prodi kedokteran pasti menjadi dokter.[2]


[1] https://www.youtube.com/watch?v=OGZ3JXKA74Y, pernyataan dokter tirta inni dapat mengambarkan perbedaan yang mendasar dari pendidikan menjadi dokter dan arsitek.

[2] Dalam kenyataanya ternyat diak semua lulusan kedokteran menjadi dokter, akan tetapi mereka akan menjadi “pengelola rumah sakit, konsultan, teknisi kedokteran yang dimana memerlukan pendidikan kedokteran, tetapi tidak memerlukan lisensi (Ijin praktek) dokter, sehingga merek dapat memilih apakah ankan mengambil magister atau keprofesian dokter.


Merasa perlu menanggapi dan melakukan gerakkan untuk dapat terus mendukung profesi Arsitek dan tentunya pendidikan arsiektur sebagai bagian hulu akan membantu dengan cara:

  1. Memberikan dasar-dasar berpikir arsitek.
  2. Membangun cara berpikir Arsitek.
  3. Melatih melakukan planning.
  4. Melatih melihat /memprediksi masa depan berdasarkan data-data yang dibangun.
  5. Membangun sense keindahan (aesthetic) yang membantu melihat suatu kondisi secara positif.
  6. Membangun “architecture education environment and culture” melalui studio yang sebenarnya.


Pendidikan Arsitektur merupakan partner tetap dan disisi lain menjadi sparing partner dari organisasi profesi seperti IAI. Partnership ini perlu dikembangkan dari beberapa sisi yaitu

  1. Menjaga dan meningkatkan kualitas pendidikan Arsitektur.
  2. Penyeteraan kualitas pendidikan akan mencerminkan kemampuan, bahkan membangun kepercayaan Masyarakat terhadap profesi Arsitek.
  3. Keberlanjutan keprofesian Arsitek dan profesi pendukung lainnya.
  4. Keberlanutan profesi arsitek penting, bila masyarakatnya percaya dan membutuhkan Arsitek. Arsitek dibangun oleh Masyarakat, sehingga perlu dimengerti bahwa arsitek tidak dapat sendiri atau bahkan mem-patron masyarakatnya. Selain itu untuk menjaga keprofesian arsitek ini, juga perlu didukung oleh profesi lain yang terlibat dengan profesi Arsitek. Sehingga perlu dukungan pendidikan Arsitektur untuk melatih mahasiswanya untuk memanusiakan Arsitektur, sehingga
  5. masyarakat merasa tidak akan dibohongi oleh Arsitek, semakin mempercayakan proyeknya kepada Arsitek daripada machine. Dan tentunya mengembalikan posisi Arsitek sebagai manusia bukan sebagai tools.
  6. Membangun ekosistem yang perlu dilakukan dari usia dini.
  7. Pengenalan arsitektur sejak usia dini sangatlah penting, karena dengan kesadaraan ini maka manusia menjadi mengerti kenapa mereka perlu arsitektur (bukan imaginasi arsitektur). Citra arsitektur yang didapat saat ini adalah arsitektur adalah benda yang dibangun karena hanya untuk kebutuhan manusia. Hal ini terjadi karena kultur arsitektur di Indonesia tidak seperti di negara lain yang melihat arsitektur tidak hanya sebagai “benda” tetapi sebagai philosophy hidup dan berkembang. Bahkan di negara yang disebut “barat” menjadi struktur kehidupan mereka.


Dengan melihat dari ketiga sisi ini IAI bersama dengan para penyelenggara pendidikan Arsitektur yang juga merupakan partner, ingin mengajak bekerjasama untuk:

  1. Mendukung dan mensukseskan IAAB (Indonesian Accreditating Architecture Board), yang saat ini dalam proses pengsehaan akta pendiriannya. IAAB, sebagai Lembaga yang akan membantu para prodi untuk mencapai tingakt tertinggi akreditasi, sehingga mendapatkan kepercayaan masyakarat kembali. Dan melalui IAAB ini akan juga dibangun LAM Design Arsitektur Perencanaan yang akan mengakreditasi alur non profesi (non professional). Kedua Lembaga ini diperlukan sehingga akreditasi prodi tidak terputus, baik prodi arsitektur yang akan menghasilkan calon arsitek atau prodi arsitektur yang ingin berkonsentrasi untuk menghasilkan calon-calon diluar dari Arsitek
  2. Dengan berdirinya IAAB diharapkan juga dapat membuat terobosan-terobosan untuk “mempercepat dan mengantisipasi dinamika perubahan Masyarakat” seperti system “fastrack” sehingga lulusan akan mendapatkan registrasi arsiteknya dalam waktu 5 tahun (konvensional 5 tahun sekolah arsitektur +2 tahun magang=7 tahun untuk menjadi arsitek), dimana sejak dini mahasiswa akan dilatih, didik dalam lingkungan seperti arsitek. Hal ini dapat dilakukan karena IAAB merupakan konsorsium 3 organisasi (IAI, APTARI dan DAI).
  3. Membuka kemungkinan lain yang diharapkan kerjasamanya melalui LSP SARSI, sehingga teman-teman mahasiswa dapat memiliki berbagai komptensi kerja yang diharapkan mampu mendukung kerja mereka di kemudian hari dan juga “diversifikasi” LSP SARSI ini akan bekerjasama dengan universitas dan IAI provinsi untuk membangun pelatihan kompetensi yang diharapkan akan menghasilkan berbagai kemungkinan jabatan kerja yang akan mendukung arsitek. Selain itu memberikan berbagai kesempatan universitas untuk mengembangkan “spesialisasi” yang dapat menjadi cirikhas dari universitasnya.
  4. Membuka kemungkinan Kerjasama dengan berbagai bidang lain sperti neuroscience[1], robotic, teknologi informasi , kimia, ekonomi, manajemen, financial, sipil dsb, untuk membuka peluang-peluang baru yang perlu diantisipasi oleh mahasiswa ketika mereka lulus.
  5. Melakukan pengenalan arsitektur sejak usia dini, melalui berbagai pendekatan kepada sekolah dasar sampai dengan menegah, sehingga diharapkan Masyarakat dapat menyadari kehadiran arsitektur bukan hanya sebagai rumah (as house) tetapi sebagai Home. Membangun kesadaran ini sangat penting tetapi tidak dapat dilakukan sendiri tetapi dibutuhkan juga dukungan prodi arsitektur yang diharapkan dapat menciptakan pendekatan-pendekatan proaktif yang dilakukan secara kreatif, mungkin melalui sosmedia tentang arsitektur, video arsitektur untuk anak, membuat Apps permainan arsitektur (Roblox, Minecraft, Cities skyline, Prison Architect etc) atau menempatkan kata arsitektur menjadi kata penting dalam buku Pelajaran pendidikan dasar sampai menegah (melalui pembelajaran arsitektur yang kreatif dan tidak membosankan).
  6. Kerjasama ini perlu terus dikembangkan, mengingat arsitektur memiliki kedinamisan yang sama dengan masyarakatnya. Arsitektur bukan hanya tentang bangunan atau Gedung, tetapi membangun masyaraakt, kebudayaan dan pemikiran.


[1] https://www.youtube.com/watch?v=R6P8uoHOuJ4 -Michel Arbib